Cut Nyak Dien: Pahlawan Perempuan yang Ditakuti Belanda

Abdullah Rodhy
By -
0

Cut Nyak Dien: Pahlawan Perempuan yang Ditakuti Belanda







            Sebelum menjadi sosok yang begitu inspiratif, Cut Nyak Dien adalah seorang perempuan yang lahir dari Teuku Nanta Setia, uleebalang VI Mukim keturunan Machmoed Sati dengan ibunya yang merupakan seorang putri bangsawan dari Lampagar pada 12 Mei 1848 di Lampadang, Aceh.

            Dengan latar belakang keluarga bangsawan Aceh, Cut Nyak Dien tumbuh sebagai gadis cantik dengan pendidikan agama yang kuat. Pada tahun 1868, ia menikah dengan Teuku Cek Ibrahim Lamnga, putra tunggal uleebalang Lamnga XIII dan dikaruniai satu orang anak laki-laki.

            Pada 8 April 1873, Belanda berhasil memasuki wilayah Aceh dan membakar Masjid Raya Baiturrahman sehingga inilah asal mula pecahnya Perang Aceh. Belanda juga menguasai wilayah VI Mukim sehingga Teuku Ibrahim memberi pesan kepada Cut Nyak Dien bersama penduduk lainnya untuk segera mencari perlindungan.



            Teuku Ibrahim pun bertekad untuk berjuang merebut kembali wilayah VI Mukim. Namun, diketahui bahwa ia wafat pada 29 Juni 1878 dalam perjuangannya untuk melawan Belanda. Mengetahui kematian suaminya, Cut Nyak Dien bersumpah bahwa ia akan meneruskan perjuangan Teuku Ibrahim dan menghancurkan Belanda.


Alasan Cut Nyak Dien ditakuti Belanda

            Cut Nyak Dien adalah sosok wanita tangguh yang menjadi tokoh Perjuangan Nasional yang memperjuangkan kedaulatan wilayah Indonesia di masa penjajahan Belanda.


            


Cut Nyak Dien konon ditakuti oleh Belanda karena perlawanannya yang kuat terhadap pemerintahan kolonial Belanda di Aceh. Ia dikenal sebagai pemimpin yang berani dengan banyak strategi sehingga Belanda seringkali dibuat kewalahan.


            Tak hanya itu saja, Cut Nyak Dien memiliki pengaruh yang kuat di kalangan masyarakat Aceh dengan latar belakang yang kuat serta watak yang gigih dan penuh semangat sehingga ia tidak pernah ragu untuk mempertaruhkan diri demi memperjuangkan bangsa dan agamanya dalam melawan Belanda.


        Cut Nyak Dhien seorang Pahlawan Nasional Indonesia dari Aceh yang berjuang melawan Belanda pada masa perang Aceh. Dia mulai ikut mengangkat senjata dan berperang melawan Belanda pada tahun 1880. Tidak terlepas dari tewasnya suami Cut Nyak Dhien, Teuku Cik Ibrahim Lamnga saat bertempur pada 29 juni 1878. Kematian suaminya membuat Cut Nyak Dhien sangat marah dan bersumpah akan menghancurkan Belanda. Pada tahun 1880 Cut Nyak Dien menikah dengan Teuku Umar dan mempersilakannya untuk ikut bertempur di medan perang. Pada tanggal 30 september 1893, Teuku Umar membuat siasat perang yang menyerahkan diri kepada belanda pasukannya, cara itu dilakukan untuk mempelajari taktik perang Belanda. Dan pada saat itu rakyat Aceh menganggap Teuku Umar sebagai penghianat karena telah berkerjasama, setelah beberapa tahun bergabung dengan Belanda Teuku Umar dan Cut Nyak Dhien balik menyerang Belanda. Setelah fasilitas lengkap dan mencukupi Teuku Umar mengumpulkan rakyatnya membagikan senjata dan menyerang Belanda Kembali, Perang terjadi pada tanggal 11 Febuari 1899.


        Dalam keadaan susah di peperangan Cut Nyak Dhien tetap setia mendampingi Teuku Umar dalam pertempuran, walaupun harus berpindah-pindah tempat yang dirasa cukup aman untuk bersembunyi. Pada tahun 1898 Teuku Umar yang melihat keadaan yang makin gawat dari kejaran tentara Belanda memilih untuk mengungsikan Cut Nyak Dhien ke tempat yang lebih aman, yang tidak terlihat oleh musuh. Teuku Umar beserta pasukannya dikepung oleh pasukan Belanda di Meulaboh. Walaupun terkepung oleh pasukan Belanda, semangat pantang menyerah Teuku Umar dan pasukan sampai titik darah penghabisan dan dalam pertempuran tersebut Teuku Umar gugur.


        Cut Nyak Dhien melihat suaminya yang gugur saat peperangan membuat dia tidak kehilangan semangat juang, walau kondisi makin renta dan fisik kian melemah, beliau tetap tak mau menyerah, baik saat pasukan Belanda hendak mengepung markas mereka beliau tidak pernah gentar sedikitpun menghadapi Belanda. Setelah ditinggalkan oleh suaminya. Cut Nyak Dhien maju bertempur menghadapi Belanda dengan pakaian lelaki dan dengan rencong di tangan kiri dan pedang di tangan kanannya. Dengan semangat yang dimiliki oleh Cut Nyak Dhien dan pejuang Aceh yang ingin meneruskan perjuangan rekan yang telah gugur dalam menghadapi Belanda. Dengan cepat tersiarlah kabar di seluruh daerah Aceh bahwa janda almahrum Teuku Umar memimpin pertempuran melawan Belanda. Dengan kabar tersebut membuat semangat juang rakyat aceh makin berkobar-kobar, tetapi Belanda pun meningkatkan kegiatan untuk             menangkap Cut Nyak Dhien beserta pasukannya. Saat itu Cut Nyak Dhien terus bergerak berpindah-pindah sambal tidak hentinya memberikan dorongan dan semangat kepada kawan-kawan sebangsa dan sebayanya supaya terus berjuang untuk mengusir kamu penjajah atau kamu kafir dari tanah Aceh.

        Dalam masa-masa perlawanan berikutnya, lembah dituruni, gunung didaki, sungai dan rawa diseberangi oleh Cut Nyak Dhien dalam keadaan sakit-sakitan. Walaupun Sultan Aceh telah menyerah kepada Belanda dalam tahun 1903 dan perang Aceh dapat dikatakan sudah berakhir dengan resmi, namun Cut Nyak Dhien pantang menyerah dia tetap melakukan perlawanan secara bergerilya satu demi satu anggota pasukannya hilang, baik karena kelaparan maupun karena menyerah.

        Hingga tidak terasa sudah enam tahun lamanya Cut Nyak Dhien bergerilya melawan tentara Belanda dia berjuang dari tempat persembunyiannya, dari kuburan umar, jauh di dalam rimba yang terletak di daerah-daerah Sungai Woyla dan Sungai Meulaboh. Segala daya dan upaya telah dilakukannya untuk Menyusun perang besar-besaran di seluruh Aceh. Barang-barang berharga yang menjadi kepunyaanya, segala emas dan intan pusaka yang masih ada dikorbankannya untuk mengisi kas peperangan dan Menyusun barisan-barisan pengempur.

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)