Ahlulbait (bahasa Arab:أهل البيت)
berarti keluarga nabi yang mulia. Ahlulbait ini merupakan gelar khusus untuk
beberapa orang dari keluarga dan sanak famili Nabi Muhammad saw yang termaktub
dan diisyaratkan dalam Ayat at-Tathir dan Ayat Mawaddah. Mereka yang dimaksud
Ahlulbait pada kedua ayat ini adalah Imam Ali as, Sayidah Fatimah az-Zahra sa,
Imam Hasan as, dan Imam Husain as serta sembilan Imam Maksum lainnya dari anak
keturunan Imam Husain as.
Dalam pandangan Syiah, Ahlulbait
memiliki kedudukan yang maksum yaitu terjaga dari dosa. Mereka memiliki
keunggulan yang lebih tinggi dari para sahabat dari sisi ketakwaan dan anugrah
ilahi. Kecintaan kepada mereka merupakan hal yang wajib bagi setiap muslim.
Menurut ajaran Syiah, otoritas dan kepemimpinan kaum muslimin berada di tangan
Ahlulbait. Kaum Muslimin harus bertumpu kepada Ahlulbait dalam
permasalahan-permasalahan agama dan menjadikan mereka sebagai tempat rujukan.
Definisi Ahlulbait dalam Bahasa
Dalam sumber-sumber bahasa Arab, kata
"Ahl" menunjukkan suatu hubungan dan ikatan antara manusia dengan
manusia atau dengan yang lainnya; sebagai contoh, di kalangan Arab, istri
terhitung sebagai ahl untuk suaminya, suatu umat bagi setiap nabi adalah
keluarganya (ahl) dan penduduk rumah atau kota adalah "ahl" atau keluarga
rumah itu atau kota itu. Begitu juga, para pengikut setiap agama atau mazhab
mereka terhitung sebagai ahlu agama atau mazhab tersebut. Ahlulbait dalam
bahasa Arab diartikan untuk orang-orang yang menetap di rumah Nabi saw dan
kerabatnya; namun istilah ini dalam ritual kaum muslimin memiliki makna
tersendiri. [1]
Dan kata "Āl" (bahasa Arab:آل) juga berasal dari kata "ahl"
yang mana huruf "ha" berubah menjadi huruf hamzah dan kemudian
menjadi "alif". [2] Penggunaan kata "Āl" dari kata
"ahl" lebih terbatas; karena "Āl" tidak disandarkan pada
tempat dan waktu dan hanya dikhususkan untuk manusia dan berkaitan dengan
manusia juga hanya disandarkan kepada manusia-manusia yang memiliki kedudukan
tersendiri; seperti Āl Ibrahim, Āl Imran, Āl Fir'aun. [3]
Keterjagaan Ahlulbait dari Dosa
Keistimewaan yang
menonjol dari Ahlulbait dengan makna yang lebih khususnya adalah keterjagaan
mereka dari dosa atau biasa yang disebut dengan ismah. Keistimewaan ini
bersumber dari ayat al-Tathir yang dengan jelas dapat dirasakan, karena di
dalam ayat ini Ahlulbait adalah manifestasi dari orang-orang yang Allah
berkehendak menjauhkan segala kekejian dari mereka. Kata "innama"
dalam ayat, dan riwayat sebab-sebab diturunkannya ayat ini menjelaskan bahwa
permasalahan ini adalah sebuah keistimewaan dan hanya dikhususkan untuk
Ahlulbait saja.
Hadis Tsaqalain juga
tergolong dari hadis-hadis yang mutawatir, yang dalam sisi sanadnya sudah tidak
diragukan lagi[4] dan telah menunjukkan keismahan Ahlulbait Nabi saw (dengan
makna yang lebih khusus), karena dalam hadis ini, Ahlulbait sebagai bagian
kecil ("Tsiql Asghar") berada di sisi Al-Qur'an yang merupakan bagian
besar ("Tsiql Akbar") dan terhitung dua pusaka warisan yang berharga
yang ditinggalkan oleh Nabi saw yang mana kedua-duanya tidak akan terpisah satu
sama lainnya dan jika kaum muslimin berpegang teguh pada kedua-duanya tidak
akan tersesat selama-lamanya. Tidak diragukan lagi, Al-Qur'an al-Karim adalah
"kalamullah" yang tidak akan masuk padanya kekeliruan dan
penyimpangan:
لا یأْتیهِ الْباطِلُ مِنْ بَینِ یدَیهِ
وَ لا مِنْ خَلْفِهِ
"Tidak akan
datang padanya (Al-Qur'an) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya,
" [5]
dengan demikian,
Ahlulbait Nabi saw juga yang berada di sisi Al-Qur'an, berpegang teguh kepada
mereka juga mencegah manusia dari kesesatan dan tidak akan ada kekeliruan dan
penyimpangan sama sekali.
Menurut keyakinan
sebagian ulama Ahlusunah mereka tidak meragukan kemaksuman moral dan prilaku
Ahlulbait yakni Sayidah Zahra sa dan para imam duabelas Syiah dan semua tidak
meragukan hal itu kecuali orang-orang bodoh yang ingkar terhadap Islam, yang
menjadi perselisiahan adalah ismah secara keilmuan mereka [19], namun dengan
memperhatikan bahwa hadis Tsaqalain yaitu berpegang pada Ahlulbait dalam
batasan-batasan agama yang diyakini dapat menghalangi manusia untuk terjerumus
dalam kesesatan, ismah mereka dari sisi keilmuan juga secara gamblang dan jelas
dapat diambil.
Allah berfirman
dalam Alqur’an bahwasanya Ahlulbait itu Suci dan allah sendiri yang mensucikannya
sesuci sucinya yang kita kenal dengan ayat Tathir
QS.Al-Ahzab ayat
33 :
إِنَّما يُريدُ اللَّهُ
لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَ يُطَهِّرَكُمْ تَطْهيراً
Artinya:
“Sesungguhnya Allah hendak menghilangkan al-rijs dari kamu wahai Ahlulbait dan
mensucikanmu sesuci-sucinya.” (QS. 33:33).
- Al-Mufradāt fῑ gharῑb al-Qurān, hlm. 29
- lisān al-Arab, jld. 1, hlm, 186
- Al-Mufradāt , hlm. 30
- Nafahāt al-Azhār fi Khulāshati Abaqāt al-Anwār, jld 1
- Q.S. Fusshilat, 42
Posting Komentar
0Komentar