Mengenal Ahlul Bait

Abdullah Rodhy
By -
0


Ahlulbait  (bahasa Arab:أهل البيت) berarti keluarga nabi yang mulia. Ahlulbait ini merupakan gelar khusus untuk beberapa orang dari keluarga dan sanak famili Nabi Muhammad saw yang termaktub dan diisyaratkan dalam Ayat at-Tathir dan Ayat Mawaddah. Mereka yang dimaksud Ahlulbait pada kedua ayat ini adalah Imam Ali as, Sayidah Fatimah az-Zahra sa, Imam Hasan as, dan Imam Husain as serta sembilan Imam Maksum lainnya dari anak keturunan Imam Husain as.

 

Dalam pandangan Syiah, Ahlulbait memiliki kedudukan yang maksum yaitu terjaga dari dosa. Mereka memiliki keunggulan yang lebih tinggi dari para sahabat dari sisi ketakwaan dan anugrah ilahi. Kecintaan kepada mereka merupakan hal yang wajib bagi setiap muslim. Menurut ajaran Syiah, otoritas dan kepemimpinan kaum muslimin berada di tangan Ahlulbait. Kaum Muslimin harus bertumpu kepada Ahlulbait dalam permasalahan-permasalahan agama dan menjadikan mereka sebagai tempat rujukan.

 

Definisi Ahlulbait dalam Bahasa

Dalam sumber-sumber bahasa Arab, kata "Ahl" menunjukkan suatu hubungan dan ikatan antara manusia dengan manusia atau dengan yang lainnya; sebagai contoh, di kalangan Arab, istri terhitung sebagai ahl untuk suaminya, suatu umat bagi setiap nabi adalah keluarganya (ahl) dan penduduk rumah atau kota adalah "ahl" atau keluarga rumah itu atau kota itu. Begitu juga, para pengikut setiap agama atau mazhab mereka terhitung sebagai ahlu agama atau mazhab tersebut. Ahlulbait dalam bahasa Arab diartikan untuk orang-orang yang menetap di rumah Nabi saw dan kerabatnya; namun istilah ini dalam ritual kaum muslimin memiliki makna tersendiri. [1]

 

Dan kata "Āl" (bahasa Arab:آل) juga berasal dari kata "ahl" yang mana huruf "ha" berubah menjadi huruf hamzah dan kemudian menjadi "alif". [2] Penggunaan kata "Āl" dari kata "ahl" lebih terbatas; karena "Āl" tidak disandarkan pada tempat dan waktu dan hanya dikhususkan untuk manusia dan berkaitan dengan manusia juga hanya disandarkan kepada manusia-manusia yang memiliki kedudukan tersendiri; seperti Āl Ibrahim, Āl Imran, Āl Fir'aun. [3]


Keterjagaan Ahlulbait dari Dosa

Keistimewaan yang menonjol dari Ahlulbait dengan makna yang lebih khususnya adalah keterjagaan mereka dari dosa atau biasa yang disebut dengan ismah. Keistimewaan ini bersumber dari ayat al-Tathir yang dengan jelas dapat dirasakan, karena di dalam ayat ini Ahlulbait adalah manifestasi dari orang-orang yang Allah berkehendak menjauhkan segala kekejian dari mereka. Kata "innama" dalam ayat, dan riwayat sebab-sebab diturunkannya ayat ini menjelaskan bahwa permasalahan ini adalah sebuah keistimewaan dan hanya dikhususkan untuk Ahlulbait saja.

 

Hadis Tsaqalain juga tergolong dari hadis-hadis yang mutawatir, yang dalam sisi sanadnya sudah tidak diragukan lagi[4] dan telah menunjukkan keismahan Ahlulbait Nabi saw (dengan makna yang lebih khusus), karena dalam hadis ini, Ahlulbait sebagai bagian kecil ("Tsiql Asghar") berada di sisi Al-Qur'an yang merupakan bagian besar ("Tsiql Akbar") dan terhitung dua pusaka warisan yang berharga yang ditinggalkan oleh Nabi saw yang mana kedua-duanya tidak akan terpisah satu sama lainnya dan jika kaum muslimin berpegang teguh pada kedua-duanya tidak akan tersesat selama-lamanya. Tidak diragukan lagi, Al-Qur'an al-Karim adalah "kalamullah" yang tidak akan masuk padanya kekeliruan dan penyimpangan:

 

لا یأْتیهِ الْباطِلُ مِنْ بَینِ یدَیهِ وَ لا مِنْ خَلْفِهِ

"Tidak akan datang padanya (Al-Qur'an) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, " [5]

dengan demikian, Ahlulbait Nabi saw juga yang berada di sisi Al-Qur'an, berpegang teguh kepada mereka juga mencegah manusia dari kesesatan dan tidak akan ada kekeliruan dan penyimpangan sama sekali.

 

Menurut keyakinan sebagian ulama Ahlusunah mereka tidak meragukan kemaksuman moral dan prilaku Ahlulbait yakni Sayidah Zahra sa dan para imam duabelas Syiah dan semua tidak meragukan hal itu kecuali orang-orang bodoh yang ingkar terhadap Islam, yang menjadi perselisiahan adalah ismah secara keilmuan mereka [19], namun dengan memperhatikan bahwa hadis Tsaqalain yaitu berpegang pada Ahlulbait dalam batasan-batasan agama yang diyakini dapat menghalangi manusia untuk terjerumus dalam kesesatan, ismah mereka dari sisi keilmuan juga secara gamblang dan jelas dapat diambil.

 

Allah berfirman dalam Alqur’an bahwasanya Ahlulbait itu Suci dan allah sendiri yang mensucikannya sesuci sucinya yang kita kenal dengan ayat Tathir  

QS.Al-Ahzab ayat 33 :

إِنَّما يُريدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَ يُطَهِّرَكُمْ تَطْهيراً   

Artinya: “Sesungguhnya Allah hendak menghilangkan al-rijs dari kamu wahai Ahlulbait dan mensucikanmu sesuci-sucinya.” (QS. 33:33).

 

 


Catatan Kaki :

  1.  Al-Mufradāt fῑ gharῑb al-Qurān, hlm. 29
  2.  lisān al-Arab, jld. 1, hlm, 186
  3.  Al-Mufradāt , hlm. 30
  4.  Nafahāt al-Azhār fi Khulāshati Abaqāt al-Anwār, jld 1
  5.  Q.S. Fusshilat, 42

Tags:

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)